Heroes on My Process: Ais
Agustus 21, 2009
Pada postingan ini, saya akan membahas lebih tepatnya menceritakan siapa saja yang membantuku berproses sampai saya mencapai diri saya yang seperti sekarang(dalam konteks teman dekat atau sahabat saya). Postingan ini akan berlanjut pada postingan selanjutnya dengan judul part yang berbeda.
Mereka, teman dekat saya, hadir dalam kehidupan saya mulai kelas VII SMP. Masih bau bedak memang..bukan bau kencur lagi>>nggak enak yo bau kencur, kalo bedak kan wangi>>tapi mau bau apapun yang penting saya berbau. Halah, sudah, jadi di sini akan saya mulai dengan orang-orang yang terdahulu, baru ke yang akhir-akhir. Jangan di lihat awal-akhir, cantik/ganteng, tapi lihatlah bagaimana mereka membentuk diri saya. Alasan saya kenapa membuat postingan seperti ini karena sebagai bentuk award saya kepada mereka, ya walaupun sebenernya ini saja tidak cukup bagi mereka, setidaknya orang lain tahu bahwa mereka lah orang hebat yang ada 'di balik layar' seorang Amalia.
Mereka, teman dekat saya, hadir dalam kehidupan saya mulai kelas VII SMP. Masih bau bedak memang..bukan bau kencur lagi>>nggak enak yo bau kencur, kalo bedak kan wangi>>tapi mau bau apapun yang penting saya berbau. Halah, sudah, jadi di sini akan saya mulai dengan orang-orang yang terdahulu, baru ke yang akhir-akhir. Jangan di lihat awal-akhir, cantik/ganteng, tapi lihatlah bagaimana mereka membentuk diri saya. Alasan saya kenapa membuat postingan seperti ini karena sebagai bentuk award saya kepada mereka, ya walaupun sebenernya ini saja tidak cukup bagi mereka, setidaknya orang lain tahu bahwa mereka lah orang hebat yang ada 'di balik layar' seorang Amalia.
Bersama Ais inilah saya mulai berproses menjadi manusia yang lebih manusiawi. Waktu itu kelas VII SMP, masih imut-imut, nggak ngerti apa-apa sama yang namanya persahabatan atau cinta-cintaan, yang kutahu hanyalah belajar. Maklum, masih bawaan SD gitu deh...
Dia orang pertama yang saya sebut SAHABAT. Padahal waktu itu saya tidak tahu menahu yang namanya sahabat itu seperti apa dan harus bagaimana. Walaupun demikian, Ais tetap meng-iya-kan persahabatan kami. Kami menjalani hari-hari seperti biasa. Seperti layaknya remaja awal, bersama Ais lah saya mengenal jatuh cinta. Hmm..klise memang, tapi itulah kenyataan. Waktu itu saya menaruh hati>>emang ditaruh di mana?>>pada seorang kakak kelas, namanya Arfen kalau tidak salah. Tapi waktu itu saya masih malu-malu untuk mengakui bahwa saya suka sama si kakak kelas itu..maklum lah masih kecil..hehe. Ais sering menemani saya curi-curi pandang ke si kakak kelas itu, dan dia juga curi-curi pandang ke yang lainnya..yaa..sambil nyuri ngutil juga..kurang lebih seperti itu.
Dia orang pertama yang saya sebut SAHABAT. Padahal waktu itu saya tidak tahu menahu yang namanya sahabat itu seperti apa dan harus bagaimana. Walaupun demikian, Ais tetap meng-iya-kan persahabatan kami. Kami menjalani hari-hari seperti biasa. Seperti layaknya remaja awal, bersama Ais lah saya mengenal jatuh cinta. Hmm..klise memang, tapi itulah kenyataan. Waktu itu saya menaruh hati>>emang ditaruh di mana?>>pada seorang kakak kelas, namanya Arfen kalau tidak salah. Tapi waktu itu saya masih malu-malu untuk mengakui bahwa saya suka sama si kakak kelas itu..maklum lah masih kecil..hehe. Ais sering menemani saya curi-curi pandang ke si kakak kelas itu, dan dia juga curi-curi pandang ke yang lainnya..yaa..sambil nyuri ngutil juga..kurang lebih seperti itu.
Kami juga pernah jalan-jalan ke toko buku. Di sana kami memergoki si Kakak kelas itu berduaan sama cewek yang ternyata pacar si Kakak. Betapa kecewanya saya...tapi anehnyya kekecewaan itu tidak berujung depresi, tapi berujung menjadi kejahilan kami. Kami nguntit sejoli itu selama muter-muter di toko buku. Mirip agen rahasia! hehe. Nggak kok, biasa aja. Kami tidak tahu tujuan kami nguntit itu apa, tapi asik aja nguntitin orang pacaran..hehehe..nakal banget ya...? Ya, seperti itulah kami...
Mengenai Ais, dia rajin banget anaknya, berbakti sama orangtua, pokonya anak baik-baik. Dia ada keturunan Chinese jadi matanya agak sipit. Rumahnya belakang kantor polisi, deket sungai sama pom bensin. Dulu, rumahnya hancue gara-gara gempa 27 Mei, dan dia tidak menangis waktu saya berkunjung kesana, dia tampak tegar menunjukkan reruntuhan rumahnya sekaligus menceritakan kronologi kejadiannya. Ketegarannya itu membuat saya kagum.
Itulah Ais..Dia sering sekali mengeluarkan kata-kata bijak yang membuat saya tidak berkutik. Dia memang orang yang bijak, cocok dengan perawakannya yang anggun. Sekarang Ais berbeda sekolah dengan saya, dia bersekolah di salah satu SMA yang luar negeri di kota saya. Dia berturut-turut juara kelas. Kami beberapa kali bertemu dalam seminar atau pelatihan jurnalistik. Kami memiliki hobi yang sama: Menulis. Dia suka sekali menulis puisi, saya ingat betul kalau dia menulis puisi selalu panjaaang dan tulisannya khas sekali, bulat-bulat dan besar-besar sehingga jelas sekali dibaca.
Dialah Hero pertama saya dalam proses pembentukan diri saya...
AIS: MY FIRST HERO ON MY PROCESS
0 komentar