Memorable Man from Bali
September 14, 2012Perjalanan panjang yang begitu singkat. Bahwasannya saya terlalu sinis dengan semua hal tentang perjalanan itu sebelumnya.Ngomong apa sih saya? Oke, saya baru kembali dari trip Bali-Lombok. Awalnya saya ndak eksaited sama apapun tentang trip ini. Sampai akhirnya dijalani dan menemukan hal-hal kecil yang membuat saya berpikir dan terkesan.
Jadwal trip bisa dibilang berantakan. Touch down di Bali rencana bisa mandi dan makan pagi, mandi pagi berubah jadi mandi siang. Hanya sempat makan pagi dan pergi lihat Tari Barong. Jadwal terus saja amburadul setelah itu. Anehnya saya menikmati saja ke-amburadul-an itu tanpa protes apapun.
Tujuan utama ke pulau sebelah, Lombok. Terombang ambing di kapal 4 jam. Sampai saya menulis tulisan ini sensasinya masih ada. Di Lombok, masih aja ada yang amburadul. Beberapa teman tidak dapat kamar di hotel dan bla bla bla. Menuju ke tempat wisata pertama, Gili Trawangan. Untuk ke Gili, harus naik boat yang kapasitasnya 30 orang selama kurang lebih 1 jam. Karena siang hari, ombaknya besar sekaleee..apalagi sehabis dari Gili mau balik ke penyeberangan di Lombok. Tempat itu, yang sering ada di tipi, ternyata ya begitu. Buat saya yang ndak bisa berenang dan ndak suka basah-basah, agaknya biasa aja tempatnya. Tapi asik buat sepedaan, walaupun saya ndak coba sepedaan juga karena panas banget. Akhirnya puas-puasin foto-foto view di sana aja, because someday I'm sure that I'll be back to see that place again..soon.
Inti dari postingan ini sebenarnya bukan cerita view atau gimana asiknya menjelajah Lombok. Oke, jadi dari Bali, kami bawa LTG (local tour guide) meskipun di Lombok nantinya juga akan ada LTG lagi. Ini tentang LTG yang kami bawa dari Bali. Kami panggil beliau Bli Taro. Awalnya saya ndak pay attention sama beliau, ndak ganteng sih :P. But suddenly, I just feel like I've known him before, somewhere. Feels like he's my father or my uncle or something family-related. Padahal kami ngobrol aja cuma dikit-dikit, basa-basi.
I like his outfit and his gesture. Espesiali when he wore round hat, red shirt, semi-casual short, and cappucinno-sneakers. I love that outfit, even let's say he's no more young.. Then, he makes me think...very deep in thought. Does he love his job? Does he want his job? How's his life? Many questions about him still spin-arround my head.
Sudah seperti wartawan, pertanyaan banyak banget nongol di kepala. Kayak mau bikin TOR wawancara gitu guweh. Tapi akhirnya saya hanya mengamati saja, mengamati bagaimana beliau bekerja. Mengikuti kami, berbicara banyak hal, dan tak jarang melantur kesana kemari bercandanya. Beberapa teman mengobrol dengan beliau panjang lebar. Saya tidak, saya bukan orang yang suka memulai pembicaraan..apalagi dengan orang yang baru dikenal.
Sejauh saya mengamati beliau, he's awesome. Sempat saya rasan-rasan sama Ema, bahwa Bli Taro cocok jadi dosen. Beliau punya center-of-interest. Semua peserta tur bisa pay attention ke beliau tanpa di suruh memperhatikan. Beda sama Pak Jul, LTG kami di Lombok, kami ndak begitu memperhatikan Pak Jul. Jujur saya pribadi lebih suka Bli Taro yang berbicara di depan.
Kemudian, kudengar cerita dari Apri, meskipun dia tidak membagi secara utuh padaku ceritanya. Apri sempat mengobrol banyak hal dan saling lempar pertanyaan dengan Bli Taro. Dari apa yang diceritakan Apri, aku bisa menangkap bahwa Apri pun terkesan dengan Bli Taro. Aku dan Apri mengobrol di dalam angkot yang membawa kami ke Joger. Perasaan yang kami rasakan kurang lebih sama. Kami sama-sama tidak ingin secepat itu meninggalkan Bali..meninggalkan sosok bernama Bli Taro.
Aku tidak sepenuhnya menyesal untuk tidak mengobrol dengan beliau. Karena pertanyaan-pertanyaan itu mungkin sudah bisa kujawab sendiri. Malam itu, perjalanan dari Padang Bai menuju hotel kami di Sanur, beliau duduk di samping saya, di lantai bus. Terjaga, sesekali terkantuk sampai topi bundarnya jatuh. Tuhan, sungguh rejeki-Mu berasal dari manapun, langit, bumi, tanah, hujan, bahkan di lantai bus pariwisata. Beliau kemudian bangkit menuju muka bus, membangunkan kami karena sudah sampai di hotel kami di Sanur.
Aku jadi merenung dalam tentang profesi seorang TG. Betapa hidup mereka tergantung oleh wisatawan. Betapa kerasnya mereka belajar, memperkaya pengetahuan tentang daerah mereka meski usia sudah tak remaja lagi. Bagaimana mereka bisa diterima oleh tamu-tamu, bagaimana mereka harus bersikap dan berkomunikasi. Mereka berjuang untuk tetap kaya, orang Bali kalau tidak kaya tidak bisa sembahyang, tidak bisa hidup. Meskipun secara kasar uang mereka habis untuk dibakar di pura. Tapi itulah yang diutarakan Bli Taro pada kami.
Kamu tidak akan paham mengapa saya bisa berbicara seperti ini. Tentang seorang TG. Bukan hal yang menarik dan luar biasa. Tapi kutemukan ke-luarbiasa-an dari profesi bernama tour guide. Semua profesi itu luar biasa sesuai dengan fungsinya. Dan kali ini aku melihat dan mengamati satu profesi yang mengesankan. Aku menuliskannya di sini, supaya aku tidak lupa pernah betemu orang luar biasa dengan profesinya yang luar biasa. Dan entah mengapa, aku yakin aku akan bertemu beliau lagi suatu hari nanti. I just found another memorable man from Bali...
Husni, Asma, and Bli Taro with his bright smile
Picture taken (candid) by me w/ Pocket DC Canon Power Shot A3400 IS in toy cam effect.
1 komentar
amenk....kau pintar sekali membuat kata2...mbrebes mili
BalasHapustangis bahagia..:D
itulah beliau yang sangat ......
sangat apa yaa???
sangat,,sangat,,sangat,,dan sangattt....
:")