We Have Done
Mei 31, 2013
Halo, ini penghujung semester 6. Padahal baru kemarin rasanya saya mengeluh tentang semester 6. Mikroteaching, KKN, tugas A, tugas B, dan banyak lagi. Ya seperti kata seorang teman dulu, hal yang paling sulit dari sesuatu adalah memulai sesuatu itu. Berat rasanya di awal, terbayang-bayang akan beratnya semester 6 ini. Tapi, siapa sangka, kata ‘indah pada waktunya’ memang nyata adanya.
Perkuliahan semester 6 ini saya dan teman-teman wajib mengambil mata kuliah Sanggar Sastra Jawa. Goal dari mata kuliah ini adalah membuat pertunjukan. Ya, pertunjukan pentas drama sekaligus live musicuntuk iringannya. Mungkin bisa disebut drama musikal atau kethoprak. Tidak terbayang akan membuat drama apa, seperti apa, bagaimana. Sebagian besar dari kami awam soal itu.
Perkuliahan mata kuliah ini pun tidak memberi setitik pencerahan. Hanya ada beberapa kali tatap muka dengan dosen, sisanya terserah kami mau bagaimana. Mau tidak mau harus berjalan, karena ini mata kuliah. Lalu, tercetuslah satu judul. Naskah diolah, pun masih harus revisi. Iringan, kami buta, meskipun beberapa teman ada yang punya pengalaman soal itu, tapi belum cukup nyatanya.
Lalu kami dibantu oleh salah satu dosen, beliau suka dipanggil dengan sebutan ‘Mas Kisno’. Beliau membantu kami dalam banyak hal. Seperti menemukan jamban di tengah padang pasir di kala kamu ingin boker tak tertahankan. Iringan mulai diolah, menyesuaikan naskah. Itu juga tidak mulus, saya sendiri terbata-bata menabuh kendhang. Sempat terbesit untuk mundur, tapi kalau mundur, mau jadi apa? Ini amanah. Saya pun ngampet sekaligus meyakinkan diri, aku bisa!
Latihan demi latihan dijalani, semangat kadang ada kadang tidak. Belum ada keyakinan penuh untuk bisa mencapai hasil yang baik. Sempat badan ini protes, badan demam, 2 hari. Hari ke-3 masih belum pulih, tapi harus bangun karena mengingat ini demi kepentingan bersama. Dengan badan serasa ‘terbang’, saya memberanikan diri melaju motor menuju BBM. Harus semangat. Yang aku suka dari bermain gamelan, orang sakit jadi sembuh sakitnya. Badan rasanya sudah enakan habis menjajal iringan. Gusti..Alhamdulillah..
Berminggu-minggu, berkorban waktu, tenaga, uang, pikiran. Berat rasanya. Sempat kami jenuh. Dengan berbagai cara, akhirnya kami menemukan semangat lagi, barang sedikit. Menahan diri, membuang ego. Ya, saya banyak belajar dari proses ini. Kami memulai semuanya dari nol.
Mendekati hari pementasan, saya tidak banyak berharap, rasa yakin belum genap. Pun teman-teman seolah merasa demikian. Tiba gladi bersih. Chaos. Lupa sana-sini, kurang ini itu. Pokonya harus dibenahi, bagaimanapun caranya. Dalam waktu kurang dari 2 hari kami membenahi semuanya, properti, iringan, adegan, tambah sana sini, kurangi ini itu. Ini memang butuh pengorbanan ekstra.
Nyatanya dari pengorbanan itu, saya jadi punya hal untuk dikenang. Ada Mbak Listy sang sutradara, angkut-angkut bambu dari rumahnya di Bantul sampai Karangmalang. Ada Mbah Ema sebagai pimpro yang sempat merasa gagal memimpin, menembus gerimis mencari kaleng susu bekas untuk membuat properti, that will never forgoten :p . Tidak hanya mereka, ada Mbak Fafa, Mbak Puspa, Njono, Mas Copet, Mas Habib, Mas Endro mereka semua keluarga baru bagi kami.
H-1 kami masih berlatih sekedarnya. Tidak maksimal. Saya pasrah, bisa mengingat iringan A untuk adegan X saja sudah untung. Pulang ke rumah dan berharap hari esok cepat berlalu.
Hari yang dijadwalkan pun tiba. Pagi hari angkat-angkat properti dari kos Mbah Ema ke venue. Siang kami ada brief kecil-kecilan untuk properti. Kami lelah, tentu. Ingin rasanya segera pulang menyiapkan tenaga untuk malam harinya. Kami pun pulang. Pukul 14.30, mendapat pesan bahwa harus kumpul jam 16.00. Tuhan, belum sempat rebah badan inii~ Tetap kupaksa tidur. 15.30 bangun, belum menyiapkan slide pesanan Anis, baju belum disetrika, dan lalala~ Panik karena harus check-sounddulu jam 16.00. Sampai kampus jam 17.00, sudah check-sound! Posisiku diganti kendhang player kelas sebelah. Sudah nyoba musik opening..aduh ketinggalan aku..piye~
Turun ke lab.bawah, makan, siap-siap ini itu. Beginikah rasanya mau tampil di atas panggung? Saya jadi teringat Suju...begini kali ya rasanya kalo mereka mau tampil. Grogi. Hehe.
Tiba waktunya tampil. Pasrah jiwa raga~ Berdoa semoga semuanya lancar. Pertunjukan pun dimulai. Ada satu hal yang saya takutkan, nanti kalau saya ngalamun gimana? Trus ndak tanggap. Ah, tak buang itu pikiran, fokus lihat paraga yang main di panggung. Saya selalu missing setiap habis gilirannya Njono. Bismillah..semoga tidak missing. Dan ya! Saya berhasil melaluinya dengan lancar. No missing. Sudah begitu mengalir sampai akhir.. :’)
Daan..intinya pentas kelas kami berjalan sukses. Lebih dari yang dibayangkan. Menyenangkan, Ibuk sama Iwak datang nonton :’)
Belum usai, tadi, tepat sebelum tulisan ini dibuat, saya menyaksikan pentas kelas lain. Tema horor, dibawakan dengan apik. Salut dengan kelas H, halangan jelas di depan mata, tapi mereka tetap tenang, ‘sareh’, seolah di kening mereka tertulis: Kami tidak peduli halangan apapun, yang kami tahu bagaimanapun ini harus selesai. Dan mereka selesai dengan menakjubkan. Sama seperti kami kemarin, seusai pentas, bersorak-sorak di panggung..lega telah menyelesaikan semuanya dengan baik. Perasaan seperti itu, sulit sekali digambarkan, dan akan sangat sulit untuk menemukannya lagi.
Yang kudapat adalah, genapkan keyakinan dalam berproses. Membuang ego, ini kita bukan aku atau kamu..
Asmara Dahana..nek cilik ngangeti..nek gedhe bebayani..
Maaf, no pics..belum diproses pics nya :'D. Salam~
0 komentar