3 Days for The Children

Juni 22, 2013



Halo, harusnya waktu ini kugunakan untuk memikirkan dan menulis judul TA sekaligus rumusan masalahnya. Tapi kewajiban itu kalah oleh nafsu menulis ‘sampah’ ini..haha.

Belakangan ini Tuhan sedang menambah kadar sifat baiknya padaku, ya, Tuhan kan Mahabaik. Tuhan memberi ‘kebaikan’-Nya dengan cara yang tidak terduga.

Ada dua momen yang masih melekat di ingatan saya, mau saya tulis yang kedua dulu, masih hangat sekali ini~

Hari Senin, 17 Juni 2013, saya pergi tamasya dengan teman satu jurusan, tidak semua, hanya sebagian kecil. Plesir ini memang niat direncanakan untuk syukuran setelah sukses pentas Sanggar Sastra Jawa beberapa waktu lalu. Oke, plesir-nya akan kuceritakan di lain segmen. Ketika plesir itu, aku mendapat pesan singkat dari Mbak Dhita yang menanyakan, apakah saya bisa ikut ke Magelang esok hari (Selasa)? Saya waktu itu posisi masih di kereta mini perjalanan pulang dari pantai. Duh, ikut ndak ya. Soalnya capek syekali rasa badan ini.

Akhirnya, kuputuskan ikut. Hari Selasa, 18 Juni 2013, saya bangun pagi-pagi sekali demi meluncur ke kantor sebuah LSM di Jalan Kaliurang. Dijanjikan berangkat jam 06.00 dari kantor tersebut, saya yang belum tahu lokasi tepatnya menunggu Mbak Lynda untuk sama-sama meluncur kesana supaya saya ndak nyasar.

Kami berhasil mencapai tujuan dengan selamat. Di kantor tersebut saya merasa asing karena saya ndak ikut miting di hari sebelumnya. Ya udah sih, yang penting gabung aja. Namun ternyata sodara, berangkatnya molor jadi jam 7 karena seseorang bernama Mbak Tri datang terlambat. Tiba saatnya berangkat, personil yang terdiri dari saya, Mbak Lynda, Desti, Mbak Anis, Mbak Dhita, dan Ayu harus mengatur posisi duduk di dalam mobil secara akrobatik. Mengapa demkian? Karena kapasitas mobil yang terbatas ditambah barang bawaan yang juga ndak sedikit jadilah kami harus melipat diri.

Dengan posisi empet-empetan, kami sampai di MI Progowati, Magelang dengan selamat. Tim pertama, Mbak Lynda, Desti, dan saya turun duluan didampingi seorang mas-mas yang diketahui bernama Mas Fahmy. Tim Mbak Anis, Mbak Dhita, dan Ayu pun menuju SD Progowati didampingi Mbak Tri.
Ini pengalaman pertama blusukan ke SD. Ada banyak adik-adik kecil yang menyambut kedatangan kami. Lalu kami dipersilakan masuk ke kantor Kepsek. Mbak Lynda bingung cari toilet, ya sudah dia cari toilet untuk menandai wilayah kekuasaannya yang baru: MI Progowati. Selesai dari toilet, Mbak Lynda merasa belum lega karena katanya tidak senyaman di rumah. Lupakan. Kami pun menuju lantai dua, menyusul Mas Fahmy yang sudah naik duluan.

Kami pun melaksanakan kewajiban kami di sana: nyangkem. Saya sih ndak banyak nyangkem. Saya ndak punya cukup banyak abab untuk nyangkem. Sebagai ganti nyangkem, saya mendokumentasikan kegiatan yang sedang berlangsung. Cukup kondusif dan terkendali situasinya. Adik-adiknya baik, mau diatur. Adik-adik ini masih kelas 4 dan 5 tapi mereka sudah pintar menyusun paragraf dengan baik.
Namun tiba-tiba ada adik yang menangis, sepertinya karena dinakali temannya. Ya sudah tidak apa-apa karena si adik segera menghapus air matanya.

Hari itu cukup melelahkan dan menyenangkan. Kami pun meninggalkan MI Progowati bersama tim kedua menuju lokasi SD untuk hari berikutnya: SD Pabelan 2. Di sana kami melakukan evaluasi sembari menunggu Mbak Tri, Mas Fahmy, dan Pak Satin (driver) rapat bersama guru-guru di sana. Kami evaluasi sambil ngantuk-ngantuk. Setelah evaluasi, kami hanya duduk-duduk di dalam mobil sambil liyer-liyer nunggu yang lagi pada rapat. Sempat gerimis, menambah suasana jadi tambah ngantuk.

Sekitar pukul 15.00 kami pun pulang menggelundung ke Jogja. Sampai di kantor, kami memotong-motong kertas untuk membuat media yang akan digunakan hari berikutnya. Sudah, hari itu cukup menyenangkan. Pengalaman baru.


Hari kedua, 19 Juni 2013. Saya berangkat dari rumah agak siang, karena dijanjikan berangkat jam 6.45 dari kantor. Sampai kantor, personil sudah komplit, kali ini tanpa Mbak Anis. Berangkat kami menuju SD Pabelan 2 dan 3. Mbak Dhita, Ayu, dan Mas Agung bersama Mas Fahmy di SD Pabelan 2 yang ada bu guru cantiknya. Saya, Mbak Lynda, Desti, bersama Mbak Tri dan Pak Satin ke SD Pabelan 3.
Sampai di SD Pabelan 3, kami disambut anak-anak yang buanyak sekali. Pihak sekolah meminta kelas untuk dibagi dua saja karena tidak muat kelasnya kalau dijadikan satu. Aduh gawat. Orangnya kurang, materi game-nya pun juga kurang. Akhirnya, kelas tetap jadi satu, kelas diatur duduknya jadi lesehan. Jumlah siswanya 48 anak. Sebagian besar laki-laki. Mereka semua ajaib.

Tiba saatnya memulai acara, bocah-bocahnya ramai. Lalu kami berusaha keras menjinakkan mereka dengan menari poki-poki. Setelah menari poki-poki mereka masih ribut. Aduh. Kurang lebih 1.5 jam habis waktu untuk menjinakkan mereka. Di lokasi ini kami merasa patah hati dan merasa kehilangan banyak abab dan keringat yang keluar sia-sia akibat menjinakkan para bocah.

Banyak bocah ajaib, salah satunya bocah bernama Agus. Anak ini sangat ajaib, dia bisa menghilangkan harga dirinya Mbak Lynda dalam sekejap. Entah dia mungkin lahir dari teko ajaib sehingga dia pun menjadi ajaib. Bukan hanya Agus, ada Disa yang awalnya tampak ajaib tapi kemudian berhasil dijinakkan. Ada juga yang namanya Fahrur. Bocah ini maunya cepet selesai, bosenan, hobinya menggerutu. Dia minta dijitak, tapi tidak tega saya njitak dia. Ada juga yang namanya Iqbal. Kata para guru, bocah ini ajaib. Tapi bagi kami Iqbal ini bukan lagi ajaib, dia nyaris superior. Dia pintar sekali, bekerjanya cepat dan sangat aktif. Iqbal tergolong anak ajaib yang mudah dijinakkan.

Hari itu rasanya waktu berjalan lambat. Kata Desti, Pabelan 3 membuatnya patah hati. Ya, saya juga pusing kalau mengingat bocah-bocah ajaib itu. Kami pulang lebih cepat dari hari pertama. Akhirnya kami evaluasi dan bikin media untuk hari berikutnya di kafe tempat Ayu parttime. Kami kalap, pesan banyak makanan sampai dapat voucher segala. Saya dan Mbak Dhita yang paling terakhir pulang, jam 17.30 kami pulang. Semoga hari ketiga lebih baik.

Hari Rabu, 20 Juni 2013. Hari ketiga, kami dijanjikan berangkat pukul 06.00 dari kantor. Namun apa daya, sampai di kantor, pintu dikunci dan kunci dibawa oleh seorang mas-mas yang bangun kesiangan bernama Mas Bobi. Karena yang bawa kunci ndak kunjung datang, kami memarkir motor di depan garasi. Kami berangkat dibawa oleh Pak Anwar, driver gantinya Pak Satin yang hari itu bertugas membawa tim monitoring dari Jakarta.

Dengan gaya akrobatik lagi, kami menata diri di dalam mobil. Personil kurang lebih sama, hanya tanpa Mbak Dhita dan Pak Satin. Diganti oleh Pak Anwar dan Mas Fahmy. Kami menuju SD Kepuhan 1 dan 2. Lokasinya naik-naik ke puncak gunung. Di perjalanan sempat salah jalan, lewat jembatan yang ndak boleh dilewati mobil. Untuk putar balik, Mas Fahmy keluar untuk memberi aba-aba ke Pak Anwar. Di momen ini saya dapat kosakata baru dari Desti: “Wah, Mas Fahmy husband-able. Mas Bobi ga jadi husband-able, bangunnya kesiangan..bla..bla..” (semacam itulah kalimatnya saya lupa-lupa ingat).

Oke, husband-able. Anyone? Haha

Akhirnya kami sampai di SD Kepuhan 1. Tim Mbak Anis, Ayu, dan Mbak Lynda didampingi Mbak Tri pun turun duluan disambut adik-adik keroyokan. Saya, Desti, Mas Fahmy, dan Mas Kukuh ke SD Kepuhan 2. Sama, kami juga disambut salaman keroyokan adik-adik kecil. Oya, saya dan Desti buru-buru cari toilet karena sangat kebelet akibat udara dingin.

Saya sempat merasa salah kostum, yang lain pada pakai kemeja dan batik, saya malah kaosan oblong. Haha. Biarlah.

Akhirnya tiba waktunya kami masuk kelas. Seperti biasa, kami siap meracuni adik-adik kelas 4 yang polos nan lugu. Karena Ayah Agung belum tiba, jadilah saya dan Desti jalan duluan untuk meracuni adik-adik ini. Ada mas-mas gondrong bernama Mas Kukuh yang membuka acara, diketahui dia adalah penguasa daerah Kepuhan ini. Maksudnya, dia semacam coordinator SD Kepuhan gitu. Lalu tiba sesi saya dan Desti. Kami saling berkenalan dengan adik-adik. Banyak yang bercita-cita jadi guru, polisi, dan pemain sepakbola. Ada satu bocah yang bernama Irfan, dia ingin jadi pemain bulu tangkis. Ada juga yang artis yang ingin jadi dokter, namanya artis banget: Andika Pratama. Haha.

Setelah itu, saya ajak mereka menari poki-poki. Sebenarnya tarian ini punya Mbak Dhita, sempat berubah nada ketika dibawakan oleh Mbak Lynda. Saya tidak, tetap pada ajaran Mbak Dhita :p
Mereka suka menari poki-poki. Si Irfan, sang pemain bulu tangkis mau saya suruh maju ke muka kelas memimpin menari poki-poki. Lucu sekali. Setelah menari poki-poki, kami lanjut bermain game merangkai kata menjadi kalimat. Sempat berebut mencari kelompok tapi bisa teratasi dengan baik.

Tidak banyak halangan yang berarti. SD Kepuhan 2 tidak separah SD Pabelan 3 di hari sebelumnya. Adik-adiknya cukup kooperatif. Mereka suka sekali menulis dan sangat bersemangat. Tulisannya juga bagus-bagus. Ketika pre-test, mereka cerita pengalaman perjalanan dari rumah ke sekolah. Siapa yang selesai duluan boleh istirahat, dapat kudapan dan air minum. Ada satu adik yang aku lupa namanya, dia mengerjakan tulisannya di bawah bangku. Dia selesai paling akhir, ternyata dia punya keinginan main ke rumah Mas Bobi.

Setelah istirahat selesai, Ayah Agung datang dan berkenalan. Ayah Agung ternyata nyasar sehingga terlambat datang. Adik-adik memanggil si ayah dengan sebutan Om Gondrong/Mas Gondrong. Tiba saatnya menari lagi, kali ini tarian andalannya Desti, chicken-dance atau tari ayam. Kali ini lebih meriah karena pakai iringan musik. Semuanya menari ayam, Desti, saya, Om Gondrong, Mas Fahmy, Mas Kukuh juga walaupun malu-malu.

Menari ayam selesai sudah. Tiba giliran Om Gondrong mengajak adik-adik menjadi wartawan. Mereka senang dan deg-deg an karena akan kedatangan bule tim monitoring. Adik-adik antusias membuat daftar pertanyaan untuk wawancara. Si Irfan banyak menemukan pertanyaan, begitu pula yang lain. Setelah mereka selesai membuat pertanyaan, mereka mencoba bertanya kepada saya, Desti, Mas Fahmy, dan Mas Kukuh sebelum mereka bertanya kepada narasumber yang asli. Bagus sekali pertanyaan mereka. Apakah di tempat kakak rawan bencana? Apa solusi jika terjadi bencana? Apakah kita harus takut dengan bencana? Dan banyak lagi yang mereka tanyakan.

Desti di sela-sela mengawasi adik-adik, mengatakan bahwa ada perubahan drastis dari Mas Fahmy dalam memperlakukan adik-adik. Bukan cuma Mas Fahmy sih Dest, saya juga. Haha. Saya banyak mengeluarkan abab dan banyak berinteraksi daripada hari sebelum-sebelumnya. Pertanda baik, ini pengalaman pertama kami menghadapi adik-adik kecil secara langsung, dan kami bisa menyesuaikan diri dengan baik pula.
Tiba sesi adik-adik mewawancarai tim monitoring dari Jakarta. Ada Bu Lusia, seketika jadi teringat Bu Lusia SMP 2 Bantul. Fix, nama Lusia juga pasaran. Haha. Lalu ada bapak-bapak yang namanya ngartis: Indra Lesmana. Si bapak ini lucu, dia grogi ditanya-tanyain sama adik-adik kecil. Lucu lagi pas ditanya, apakah di tempat bapak rawan bencana? Dijawabnya: tidak, di tempat saya rawan bencananya bencana macet. Mhuahaha~

Adik-adik lega karena tidak jadi ada bule. Mereka awalnya deg-deg-an karena merasa ndak bisa Tanya pakai bahasa Inggris.

Nah, di bagian kunjungan tim monitoring ini, kamera saya dipinjem sama orang monitoring. Mereka ndak bawa kamera. Ya udah saya kasih pinjam saja. Mas Fahmy bilang nanti bakal dibalikin. Okelah~
Sudah selesai wawancara, adik-adik pun menyusun hasil wawancara mereka dalam paragraf-paragraf. Setelah selesai, kami bingung mau ngapain lagi sambil menunggu karya dinilai oleh Om Gondrong. Akhrinya saya ajak menari ayam. Eh, aku ndak fasih gerakan tari ayam. Untung Desti segera tiba dan memimpin tari ayam.

Sudah puas menari ayam, tiba saatnya pengumuman karya terbaik. Ada 4 anak yang dapat hadiah dan membacakan karyanya di muka kelas. Mereka membacakan karya dengan gaya pembaca berita. Lucu sekali.

Mereka juga menempelkan daun harapan mereka di pohon harapan. Cita-cita mereka dan harapan mereka berkaitan dengan kebencanaan. Saya sama Desti juga nempelin. Harapan kami semoga cita-cita mereka tercapai dengan belajar yang rajin :’)

Hari itu selesai dengan menyenangkan. Meski ada ayam makan siang yang beraroma aneh punya Om Gondrong, tapi Mas Fahmy berhasil membabat dua ayam yang lain dengan sukses. Saya, Desti, dan Mas Kukuh cukup satu ayam saja.

Kami pun pamit setelah membabat ayam. Menjemput tim Mbak Anis di Kepuhan 1. Kami tidak langsung pulang, diajak Mbak Tri ke Sanggar apa lupa namanya. Hanya sebentar kami di sana, melihat adik kecil yang kata Desti adiknya ganteng. Mukul-mukul gamelan, ngobrol ndak jelas, habis satu batang lintingan tembakau untuk Mas Fahmy.

Dari sanggar, Mbak Tri berhasrat beli bibit tanaman kebun. Mumpung dengan Pak Anwar jadi bisa mampir-mampir, begitu kata Mbak Tri. Tiba di tempat jualan bibit, saya, Mbak Lynda, Mbak Anis, dan Pak Anwar tidak turun dari mobil. Sepertinya Mbak Tri kalap membeli bibit-bibit tanaman, pun Mas Fahmy yang kayaknya juga kalap menghabiskan lintingan tembakaunya. Ayu dan Desti entah ngapain mereka ikut turun, mungkin menyaksikan kekalapan Mbak Tri yang akhrinya memborong dua kotak bibit terong, cabai, pare, dan lain-lain.

Selesai dari tempat jualan bibit tanaman, kami pulang. Perjalanan terasa lama. Semakin turun semakin gelap langit. Hujan. Suasana berubah menjadi sendu. Ngantuk. Saya sendiri sempat tidur. Sudah sampai pakem masih hujan. Lagu di radio pun memutar beberapa lagu galau. Oh men..syahdu sendu.

Sampai di C-3, kami numpang berteduh dulu, sambil makan untuk yang pada belum makan. Membuat kalimat untuk game hari berikutnya. Ah, hari berikutnya saya tidak bisa ikut lagi. Saya harus kembali kepada kenyataan: KKN. Ada rasa sedih tapi juga senang. Siapa sangka bisa gabung kegiatan seperti ini. Lagi-lagi pengalaman baru.

Sambil menatap hujan yang deras sekali di balkon C-3, saya malah jadi merenung. Tiga hari yang menyenangkan. Sayang harus berakhir. Ya semua yang punya awal pasti akan disusul akhir.
Saya dan Desti meninggalkan C-3 bersama-sama. Desti sih minta ditemenin nunggu ayahnya jemput. Padahal mau tak tinggal aja biar bisa dizalimi sama Mas Fahmy. Haha. Tiba saatnya pulang, dadah dadah sama Mas Fahmy terus sama Mas Kendal juga. Padahal ya, Mas Kendal itu saya yakin 100% dia ndak tahu siapa nama saya. Biarin deh ya..apalah arti sebuah nama kata Shakespear (bener ora tulisane?).

Oya, nasib kamera masih nitip di Save biar besok dibawa Desti. Jadi fix posting ini belum ada pics nya. Ndak apa lah ya~

Dari pengalaman tiga hari itu, banyak hal baru sudah pasti. Saya jadi belajar bagaimana bergaul dengan anak-anak, menambah keterampilan mengajar, bekerjasama dengan orang yang benar-benar baru. Belajar besyukur tentu saja, di sela mengawasi adik-adik, saya memperhatikan atap kelas yang bolong-bolong. Saya Tanya ke salah satu anak, “Dik, kalau hujan bocor ya?” si adik bilang, “Iya, Mbak.” Saya Tanya lagi, “Terus belajarnya gimana?” dia jawab, “Ya duduk empet-empetan Mbak..” Oh God, ini baru di Magelang men, masih di pulau Jawa tapi masih seperti itu. Semoga segera diperbaiki atapnya ya, biar belajarnya nyaman. Saya mensyen Pak Beye soal atap bocor itu. Serius awakku trenyuh ndelok kahanane kaya ngono.

Itu dia kebaikan Tuhan yang kuterima dari tiga hari di pertengahan bulan Juni.

Saya bakal kangen kegiatan seperti itu. Kangen adik-adik Progowati. Kangen Iqbal, Disa, Fahrur, Irfan, Putri, Mustofa, Andika dan yang lainnya. Kita ketemu lagi lain kali ya Pak Dokter, Bu Guru, Pak Polisi, Pak Tentara, Sang Pemain Sepakbola, dan Sang Pemain Bulutangkis… :’D

You Might Also Like

0 komentar

Subscribe