Butiran Micin

Mei 25, 2018

Haloo. Akhir-akhir ini saya sedang merasa payah karena sering tidak menghasilkan tulisan yang mantap jiwa. Halah. Baik bagi jiwa saya maupun (mungkin) jiwa rangorang di media tempat saya bekerja. Be aja gitu tulisan eik. Bahkan cenderung sampah. Haha. Kenapa bisa begitu?

Kendala ada di dalam diri saya. Jelass. Kurang baca referensi, males riset, dan kurang ngulik. Etapi saya juga kurang masukan sih sakjane. Sampe pernah kena sentil sekali. Waktu itu eik nulis soal vespaaaa muluk. Walopun udah diselang-seling dengan tema lain, tapi katanya jadi bisa bikin rubrik 'vespa corner'. Hahaha.

Seperti biasa, biar ada fotonya. Waktu masih jadi anak bola~


Yaya, saya mengakui itu. Saya memang kedapetan narsum soal vespa hampir tiga minggu berturut-turut. Terus saya usaha dong ya, nyari yang lain gitu. Main dari satu bengkel ke bengkel lain. Lumayan lah hasilnya, nemu hal baru yang bisa dikulik dan diangkat selain vespa tentunya.

Eetapii~ ada hal lain yang masih membuat saya merasa payah dalam menghasilkan tulisan. Ini kaitannya dengan topik tulisan. Belakangan banyak kejadian aksi teror, bencana alam, sampai momen ramadan kan ya. Kalau baca tulisan teman-teman, dengar cerita teman-teman yang liputan soal itu, rasanya aku ni cem butiran micin aja gitu. Apeu lah tulisan-tulisan yang saya bikin inii. Rasanya hanya omong kosong belaka sebage pengganjal halaman mingguan. Sad.

Nggak ada keren-kerennya sama sekali. Sementara yang lain liputan soal Gunung Merapi erupsi, demo mahasiswa, apapun lah yang news value-nya tinggi gitu. Nah saya? Berusaha mencari news value di bengkel-bengkel. Nyari-nyari apa faedah memelihara biawak dan tokek di rumah. Nanya-nanya ke dokter soal alergi popok bayi, dsb.


Biar nggak cuma satu fotonya: Personel girl band mabes 52.

Yaya~ mungkin belum waktunya untuk menulis yang beratnya kayak angka berat badan di timbangan habis lebaran. Saya nggak seciamik kawan lain, yang sehari nulis soal teroris bisa sampai 10 tulisan. Nulis soal erupsi Merapi bisa sampai 15 tulisan. I'm nothing. Seminggu cuma tiga tulisan. Masih banyakan dosis minum obat batuk dalam sepekan. Uhukk.

Melihat ke belakang, waktu liputan olahraga, saya juga be aja kinerjanya. Cenderung rendah bahkan. Ya sama ajasiih sama sekarang. Hahaha. Etapi seenggaknya saya tidak terlalu merasa butiran micin. Karena apa? Tiap hari ada perjuangan. Saya bergerak setiap hari, bertemu teman-teman di lapangan juga.

Dua hal itu tidak saya dapat di ranah saya sekarang. Kangen gitu rasanya. Hehe. Terus mau minta pindah? Nggak. Saya nerima aja. Saya yakin ini proses yang harus saya lalui sebelum saya naik kelas. Naik ke level berikutnya. Cie.

Kenapa gitu? Karena kalo ditilik lagi, kemarin saya nggak minta dipindah olahraga setelah sebelumnya di daerah sebentar. Itu juga rasanya pengen nolak-nolak aja, kok di olahraga sih. Setelah itu merasakan, it was not that bad. Merasakan liputan even olahraga nasional sama internasional. Panggil saya udik karena keduanya memang baru pertama kali saya rasakan.

LAgi ya, fotonya. Yang ini kena candid.


Juga menghadapi pemain-pemain bola, pelatih, siapapun yang.. aduh itu tantangan buat saya. As I've said before, I don't have good social skill. Basically, saya alien yang kalo ngomong sama orang baru jadi kayak robot. Tapi saya merasakan ada perubahan barang satu derajat setelah itu semua saya alami, hadapi, dan lakukan. I guess I'm become more 'human'. Gitu.

Nah, berarti memang jalannya lewat situ dulu. Ditempanya di situ dulu.

Saat ini juga. Habis ini mungkin dijajal ke ranah lain gitu. Tidak akan saya berharap, tidak akan pula saya berpaling. Heleh~ oposiih~

Nggak apa-apa saya butiran micin. Nggak apa-apa saya cupu. Nggak apa-apa saya payah. Berarti saya butuh belajar terus. Cie. Seperti waktu saya jadi juru lapor dan ketik di Kraton Wedding lima tahun silam. Itu butiran micin banget saya. Nggak punya ilmu jurnalistik tapi nekat aja menyaksikan lalu menarasikan apa yang saya lihat. Wawancara juga enggak banyak, wong nggak bisa wawancara karena grogi duluan sama narsum. Hahaha.

Masih ada kayaknya tulisan saya waktu itu di website kratonwedding.com. Saya kebagian nulis upacara panggih salah satunya, kalo ndak salah. Lupa e. Itu sampai dijutek-jutekin sama koordinator saya waktu itu karena saya payah. Hahaha.

Jadi, tulisan ini hanya untuk menyemangati diri sendiri. Supaya nanti-nanti juga ingat saya pernah berada di titik ini dan bagaimana menghadapinya. Sambil mengingat-ingat kata dosen mikro-teaching saya dulu: "Ora usah mikir biji, sing penting usaha. Yen usahane apik, bijine bakal melu." Nggak usah mikir nilai (hasil), yang penting usaha. Kalau usahanya baik, hasilnya akan baik. Huhu matur nuwun Prof. Endang.

Waktu itu juga, mikro-teaching adalah mata kuliah yang bikin saya psikosomatis tiap kejatah praktik ngajar. Mules lah apa lah. Karena saya ini demam panggung banget. Makanya saya cukup termotipasi dengan kalimat dosen saya itu.

Eniwe, sekian grundelan saya soal butiran micin. Semoga saya tetap merasa micin yang bisa naik level jadi butiran meses ato butiran popcorn ato butiran cilok. Hehehe.


Kalau kamu, pernah merasa seperti butiran micin nggak? Apa yang kamu lakukan? Boleh berbagi di kolom komentar (kayak ada yang baca aja hahaha).

You Might Also Like

0 komentar

Subscribe