Yang Pernah Jatuh, Akan Berdiri Lagi

Juni 10, 2016

Halo~ Saya menulis lagi nih. Menulis apa? Menulis resep membuat teh daun kelapa. Mari disimak~






Akhirnya, akhir Mei lalu saya resmi jadi S.Pd (sarjana penggemar doodle). Alhamdulillahirobbilalamiin. Legaaa bukan main. Setelah proses yang lumayan lama dan sarat akan drama, akhirnya tuntas sudah studi saya. Emang berapa lama sih? Hampir enam tahun lamanya. Uceeet.. hampir kadaluwarsa.

Jadi,  sebenarnya
awal tahun 2014 saya sudah mengajukan judul tugas akhir. Saya ambil topik linguistik. Tapi ditolak sama dosen karena... lupa kenapa. Haha. Yang jelas proses ganti judul ini agak lama. Saya tanya sana-sini, cari referensi sana-sini, akhirnya pertengahan tahun saya fix ganti judul. Melenceng lumayan jauh dari topik yang saya ambil sebelumnya, kali ini topiknya pendidikan. Penelitian pendidikan.

Sekitar bulan September-November 2014 saya penelitian. Waktu itu saya penelitian di kelas inklusif, kelas dimana siswa berkebutuhan khusus mengikuti kegiatan belajar bersama dengan siswa biasa. Saya cukup menikmati penelitian ini. Intinya saya jadi tahu banyak hal baru tentang siswa berkebutuhan khusus dan bagaimana mereka belajar berinteraksi dengan siswa biasa. Bagaimana metode guru mengajar siswa biasa sekaligus siswa berkebutuhan khusus secara bersamaan. Keren. Jadi kangen adik-adik dan ibu guru di sana ih.. :’)


Gustian, siswa tunarungu dan Bu Ria saat belajar menulis aksara Jawa


Nita, siswa low-vision saat berdiskusi kelompok dengan teman-temannya


Setelah penelitian selesai, dimulai olah data. Ini masa-masa diuji kesabaran dan kedisiplinan saya. Proses ini memakan waktu yang tak kalah lama dengan penelitian. Bimbingan dengan dosen juga tidak bisa seminggu tiga kali. Padahal saya semangat banget kalau mau bimbingan.. secara pak dosen ini adalah idola saya. Ganteng, kebapakan, suaranya bikin adem seadem AC lab busana Jawa suhu 22 derajat celcius. Hokee kembali, intinya Romo (panggilan sayang ke pak dosen—ayah atau bapak dalam bahasa Jawa halus) ini sangat sibuk, sehingga seringkali saya hanya menitipkan draft ke ibu sekretaris untuk disampaikan ke Romo. Rasanya senaaang bukan main kalau draft ada corat-coret dari Romo. Lebih senang lagi kalau bisa diskusi bimbingan tatap muka.



Bangku tempat saya biasa menunggu Romo untuk bimbingan



Pertengahan tahun, saya mendapat persetujuan dari Romo untuk pendadaran. Asik dong? Jelas. Bahagia saya. Tidak seperti itu kenyataannya, sodara. Saya masih punya satu lagi dosen pembimbing. Di sinilah terlihat betapa pekok (bego)-nya saya. Loooh..kenapa? :( Saya salah perhitungan. Harusnya setelah saya bimbingan dengan Romo langsung ke si ibu sehingga bisa selesai bersamaan. Yang terjadi adalah memakan waktu lebih lama lagi untuk selesai karena si ibu belum kasih persetujuan untuk pendadaran. Cedih. Maafkan Amenk yang dulu, ya, Amenk yang sekarang. Muah.

Beberapa kali bimbingan dengan bu dosen ini, hingga menuju akhir tahun, saat itu bulan September 2015. Uceeett udah setahun setelah mulai penelitian :’) Ibu dosen pembimbing yang imut ini menemukan kecantikan batiniyah dalam diri saya. Bukan, bu dosen menemukan ada sesuatu yang kurang dalam analisis saya. Apanya? DATA. Jika tadi saya sudah merasa pekok, kali ini saya merasa ge-o-be-el-o-ka alias jeruk. Hah~ saya melewatkan data kecil yang saaaaaaaaaangat penting saat penelitian. Dan baru ketahuan saat diteliti ibu dosen. Dear Romo... coba.. coba.. rasa yang hilang ini Romo yang temukan... ah.. pasti.. :(( Sudah, Menk, sudah... kalau sudah putus mau balikan lagi juga susah kan? Tetap, ini karena keteledoran saya sendiri. Jadilah, saya tidak mungkin melangkah ke tahap pendadaran. Apahh?? Iya, saya batal jadi telur dadar. Karena telur yang akan didadar sudah pecah berantakan jatuh di lantai. Nangis saya. Ciyus. Lebih nyesek daripada diputusin pacar. Emang pernah punya pacar? :((

Mendadak langit kelabu, angin berhembus kencang, menebar hawa dingin. Getir. Halah. Enggak tahu saat itu harus bagaimana. Gimana cara bilang ke bapak-ibu di rumah. Sungguh itu hal yang paling berat untuk dilakukan. Saya enggak masalah harus mengulang penelitian atau paling buruknya ambil judul baru lagi. Saya sadar memang saya yang TIDAK TELITI SAAT PENELITIAN. Kecewa berat, malu sangat sama diri sendiri.

Setelah segala rasa yang pernah ada mulai pudar, saya bertekad mengambil keputusan untuk membuat judul baru. Dengan bantuan dan dukungan dari banyak kawan, saya berani memulai lagi. Tentu dengan perhitungan yang lebih lebih lebih matang. Bersama seorang kawan, yang kurang lebih bernasib sama dengan saya, bertekad membuat judul tugas akhir yang baru. Saat itu bulan Oktober 2015. Saya dan Pakne, begitu saya menyapanya, mulai bergerak mencari referensi kesana-kemari. Akhirnya lahir judul baru, saya ambil topik linguistik, morfologi khususnya. Berbalik arah dari topik sebelumnya ke topik yang paling awal saya ambil dulu.

Hampir tiap hari kami ke perpustakaan fakultas, perpustakaan universitas, dan perpustakaan Balai Bahasa. Masih di bulan yang sama, judul baru mendapat persetujuan untuk penelitian dari dosen pembimbing yang baru pula. Sujud syukur. Bismillah! Saya memulai penelitian hampir bersamaan dengan Pakne. Dosen pembimbing kami pun untungnya bisa sama, jadi bisa saling mengingatkan dan mendukung untuk bimbingan bersama.

Objek penelitian saya kali ini adalah sebuah kumpulan atau antologi dongeng Jawa. Kali ini saya juga sangat menikmati prosesnya. Membaca dongeng satu persatu sambil mencatat data. Bimbingan berjalan cukup lancar dan rutin. Tapi satu hal, bapak-ibu saya belum tahu kalau anaknya ganti judul dan penelitian lagi. Maafkan Amenk, Pak, Buk.


Dan..



Desember 2015, Ibuk berpulang. Ada rasa sesal yang sangat sangat besar. Ibuk berharap Amenk segera menyelesaikan studinya, melihat anak perempuan satu-satunya diwisuda. Ah, Ibuk, maafkan Amenk belum bisa membanggakan Ibuk. Tapi, Buk, Amenk selalu berusaha yang terbaik untuk menjadi kebanggaan Ibuk. Al-Fatihah...


Selamat beristirahat, Ibuk :)



Saya sempat drop secara fisik dan mental. Syok dan stres berat. Sangat sangat tidak enak. Dua minggu lamanya saya tidak setor draft ke pak dosen. Sambil menata hati dan pikiran, saya mencoba memulai lagi. Saat itu Pakne sudah akan pendadaran. Ah, saya tertinggal. Sempat luntur semangat saya. Tapi Pakne dan beberapa kawan lain terus memberi saya dukungan dan bantuan. Huhuhu. Sun dulu sini satu-satu. Tanpa kalian aku hanyalah butiran micin yang larut di kuah bakso.


Ada Ima dan Ema yang menemani saya rumpik di sela menunggu dosen pembimbing :))

Pak Agus, pahlawan saya selama mengurus administrasi terkait dengan TA saya. Ih Bapak nggak mau dipoto~


Pertengahan Januari 2016, Pakne didadar. Kemudian akhir Februari 2016 Pakne wisuda duluan. Sedih tapi senang karena Pakne selesai duluan. Saya melanjutkan langkah saya bersama Bagong. Mulai dari bimbingan sampai jadwal pendadaran kami selalu hampir bersamaan. Berburu tanda tangan dan melengkapi segala keperluan administrasi yang begitu bertele-tele kami lalui bersama.


Pakne wisudaaah~


Hingga akhirnya pertengahan April 2016 saya dan Bagong didadar. Waktu itu saya mendapat jadwal pendadaran pukul satu siang. Malam sebelum pendadaran, sekitar jam sebelas malam, saya diberitahu salah seorang kawan kalau jadwal pendadaran saya maju jadi jam sembilan pagi. Aduhduh.. nggak apa sih sebenernya maju, tapi saya tetep aja deg-degan. Pagi harinya, saya dijemput Widya dan Merie, mereka menemani saya sekaligus ingin menonton pendadaran saya yang sifatnya memang terbuka. Waktu itu ruangan sidang masih dipakai oleh kawan saya yang kebagian jadwal jam setengah delapan pagi. Tapi e tapi, saat waktu menunjukkan pukul sembilan, kawan saya belum juga keluar ruangan sidang. Untungnya ketua penguji saya juga sedang menguji kawan saya. Jadi saya enggak begitu khawatir kalau agak mundur sedikit dimulainya.

Hanya ada Merie, Widya, Zakia, Arista, dan Pakne yang ikut duduk di dalam menonton saya didadar. Kemana Bagong? Lupa saya enggak kasih kabar ke dia kalau jadwal saya maju :p. Proses sidang bejalan cepat, tidak sampai satu jam kalau tidak salah. Tapi terasa luaaama bagi saya. Hahay. Alhamdulillaaaah saya sudah didadar meski masih ada revisi. Huhah.


Dalam ruangan, saat akan didadar~

Sesudah didadar bersama kawan-kawan senasib seperjuangan :)

Widya, Zakia, Merie, mereka diri saya yang kedua <3


Revisi berlangsung dengan cukup ngos-ngosan karena saya mengejar pendaftaran yudisium yang sudah akan ditutup. Bersama dengan Bagong, saya rajin menunggu para dosen dan petugas akademik untuk setor revisi, minta tanda tangan, dan blablabla dari pagiii sekali sampai jam kerja selesai. Bahkan pernah kami menunggu bapak kepala jurusan sampai tengah malam di kampus demi mendapat tanda tangan beliau meski berakhir tidak mendapatkannya. Hiks.

2 Mei 2016, tepat pada Hari Pendidikan Nasional, kami yudisium. Di fakultas saya kurang lebih ada 92 orang peserta yudisium. Dari jurusan saya terhitung ada 18 orang. Pada saat yudisium, dekan fakultas kami memberi sambutan yang intinya kurang lebih, pendidikan tidak berhenti ketika sudah tamat dari sekolah atau universitas. Pendidikan bisa didapat dimana saja. Dan pesan beliau pada kami, untuk gemar membaca, iqra’. Jangan jauh-jauh dari buku. Untuk membuka pandangan seluas mungkin melalui buku, supaya menjadi generasi yang open-minded, mau belajar ilmu apapun. Ah Ibu Dekan, gabung KPB yuk Bu, terus sambutan lagi di group-chat. Hahaha.


Yudisium~ Yeey~



Bersama kawan-kawan satu jurusan~ Yippii~


Yak. Begitulah prosesnya. Hikmahnya? Untuk tidak menyia-nyiakan waktu, untuk selalu pétung (perhitungan/memperhitungkan) dalam banyak hal, untuk segera bangkit setelah jatuh, percayalah akan ada orang-orang yang akan menolongmu dengan tulus. Huhu. Terima kasih banyak kawan-kawan yang enggak bisa saya sebutkan satu-satu namanya. Dan.. untuk selalu ingat, Tuhan menjanjikan kemudahan-kemudahan setelah kesulitan-kesulitan, kelapangan setelah kesempitan, kebahagiaan-kebahagiaan setelah kesedihan.


Ada  satu lagu yang menjadi sugesti positif untuk saya selama melalui proses yang cukup berat tadi. Ini dia.

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur, akan terobati
Yang sia-sia, akan jadi makna
Yang terus berulang, suatu saat henti
Yang pernah jatuh, akan berdiri lagi













Loh, wisudanya belum cerita? Duh iya. Nanti ya, kepanjangan nanti kamu capek bacanya. Biar kangen dulu. Nanti disambung lagi pakai tali rafia~

You Might Also Like

6 komentar

  1. Asal jangan disambung pakai tali puser ya menk ~ suka gatel banyak kotoran udel mambu gitu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh, terlanjur aku sambung pakai sumbu kompor lengo mambu ciyn~

      Hapus
  2. waoooo ponakan cantikku ternyata hebat, jempol papatku buatmu ya Menk (aku ikut gaul) jalan terjal pendidikanmu sungguh membuat bangga dan cukup membuat orang gak mudah menyerah walau sering gedubraaaaak....... cieee...Selamat ya SALUUUUT

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaaah terima kasih banyak Om Ew! Iya nih, gedubrak krincing terus kayak joged jaranan, Ooom~

      Hapus
  3. wooow akhirnya diupdate lagi blognya, asiiik

    "pendadaran" itu istilah Yogya banget ya, dulu aku juga bingung temenku bilang pendadaran.
    Selamat S.Pd yaaa!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yeee asiiik

      Lho iya to? Kupikir "pendadaran" ini istilah yang umum. Hehehe. Terima kasih, Mang Ayub~

      Hapus

Subscribe