Tujuan

Juli 25, 2016



Hei! Kemarin saya sudah cerita proses pembuatan tahu bulat, oh bukan, proses tugas akhir saya. Kali ini saya akan bercerita tentang wisuda.


Lega ya, sudah yudisium. Tinggal menunggu wisuda yang dilaksanakan akhir Mei 2016. Ada jeda cukup lama sebelum wisuda. Di kala jeda itu kesayangan saya, Widya dan Zakia wisuda duluan. Widya ini, dia fitting kebaya khusus dipakai saat wisudanya nanti. Terus Zakia juga pakai jasa make-up artist biar wajahnya cetar waktu wisudaan. Saya? Saya pakai jasa raharja. Begini ceritanya.



Yang saya rasakan menjelang wisuda tuh biasa aja. Sementara yang lain sangat antusias. Saya enggak pakai fitting kebaya seperti halnya teman perempuan lain. Bahkan saya enggak punya sendal cantik berhak tinggi. Mau dandan di mana juga nggak tahu. Iya, saat itu sudah H-2 wisuda. Sampai bapak saya yang ribet, mau dandan dimana Mbak? Beli kebaya enggak, Mbak? Toganya sudah, Mbak? Kalau kakak saya, mau foto studio dimana, Menk? Auk deh~

Seminggu sebelum upacara wisuda, ambil toga dulu dong. Cie. Alhamulillah kali ini saya ambil toga beneran. Kenapa gitu? Soalnya dua tahun yang lalu saya berlagak ambil toga padahal memperpanjang masa aktif kartu mahasiswa. Kebetulan saat itu tempatnya sama dan loketnya sebelahan gitu antara yang ambil toga dan urusan kartu mahasiswa. Heuu.

Malam sebelum wisuda, ada acara di fakultas, semacam pelepasan wisudawan dan wisudawati gitu. Acaranya ya biasa sambutan-sambutan, kesenian-kesenian, dan foto bersama. Oh iya, berhubung judulnya FBS, fakultas bahagia selalu, ehee.. fakultas bahasa dan seni ih, selalu ada pertunjukan tari dan pertunjukan musik oleh mahasiswa seni tari dan seni musik saat acara pelepasan wisuda ini. Kurang tahu kalau di fakultas lain seperti apa, mungkin hampir sama kali ya.

Saat pelepasan wisuda atau pelwis ini, saya hadir bersama kakak saya. Awalnya saya mengajak adik saya, e tapi karena kakak saya besok paginya enggak bisa hadir di wisudaan karena harus pergi ke Semarang, jadi kakak saya ngotot nemenin saya pelwis. Sebenernya acaranya enggak penting-penting amat, enggak datang juga enggak masalah. Biar sah lah ya dateng aja.

Dari acara pelwis ini saya dapat kudapan dan piala wisuda atau apa ya nyebutnya. Pokoknya piala yang bentuknya separo badan orang pakai toga itu. Baru juga dibawa sebentar, piala itu jatuh. Mengakibatkan bagian orang separo badan itu terpisah dengan bagian piala yang bawah. Si piala ini nantinya diperbaiki oleh bapak saya, direkatkan kembali dengan lem. Eh tapi bapak saya masangnya kebalik gitu, punggung si orang ini menghadap depan sejajar dengan tulisan nama dll. Terlanjur nempel. Bentuknya jadi seperti wisudawan ngambek :(


Sesaat sebelum jatuh dan pecah

Mutung alias ngambek :(


Kembali ke persiapan wisuda. Pada akhirnya saya pakai kebaya dan kain batik alias jarik punya ibu saya. Dandannya di tetangga depan rumah Merie. Dan akhirnya saya beli sendal cantik juga. Haha. Proses dandan saat itu dimulai setelah subuh, sekitar jam setengah lima pagi. Saya minta didandani biasa aja sama mbak periasnya, nggak usah cetar-cetar, takut jadi kek banci. Hii. Dandan selesai jam setengah tujuh pagi. Wih lama ya ternyata dandan ini. Dan saya harus segera berangkat menuju tempat upacara wisuda.

"Mbak, centil amat sih mbak," kata mas-mas di atas saya


Si Iwak (kakak saya) ngotot minta poto seberes dandan. Ngeliat kemana sih kita ini?


Sama si ibu (Ibunya Merie). Merem saya nya


Dari rumah Merie, bersama bapak dan om, saya diantar kakak sebelum dia berangkat ke Semarang, menuju GOR universitas tempat dilangsungkan upacara wisuda. Saat sampai di sana sudah ramek. Ini yang saya kurang suka saat wisuda. Ramenya enggak kira-kira. Rame photobooth, jualan bunga, jualan kipas, jualan boneka, jualan layangan, jualan tambal panci. Eh yang dua terakhir mah enggak.

Selain itu, banyak wisudawan yang bawa anggota keluarganya lebih dari dua, tidak sesuai seperti yang tertulis di undangan untuk wali wisudawan. Enggak salah sih toh sisanya nunggu di luar GOR. Cuma, kendaraan yang mereka bawa ini nih yang bikin macet karena enggak kebagian kantong parkir. Belum lagi nanti harus berbagi dengan kendaraan teman-teman yang datang memberi selamat kawannya yang wisuda. Pengalaman saat wisudaan Pakne nih, mobil yang saya tumpangi bersama Ema, Ratna, dan Mas Ari harus parkir di fakultas saya, baru jalan kaki ke GOR untuk menemui Pakne karena parkir penuh dan jalanan macet. Untung fakultas saya dan GOR hanya terpisah jarak empat lapangan basket, dua lapangan voli, dan satu lapangan sepak bola. Eh itu mayan jauh ya.


Si Iwak minta selfie sebelum saya masuk GOR


Bapaaaak <3


Seperti lumrahnya wisuda di Indonesia ya, wisudawan berpenampilan formal sesuai aturan dari universitas. Laki-laki pakai kemeja, berdasi, celana kain, dan bersepatu hitam formal. Perempuan pakai kebaya dan kain. Padahal keformalan itu hanya akan ditutupi hitam suramnya toga. Heuh. E tapi ada satu orang, dari jurusan saya yang dia  pakai t-shirt, celana jeans, dan running shoes di balik toga. Terus dia pada diliatin temen lainnya yang merasa terganggu dengan penampilan dia. Wah harusnya saya juga gitu ya, lebih santai. Enggak dihukum dan tetep dapat ijazah ini. Hahaha.

Terus proses wisudanya gimana? Wisuda di universitas saya itu cepet. Kuncir toga dipindah sendiri sama wisudawan. Hahaha. Tapi, ijazah tetap diberikan satu-satu oleh dekan, dipanggil satu persatu. Ini juga cepet kok, soalnya dekan yang kasih, bukan rektor. Jadi bisa tiga fakultas langsung yang maju ke sasana. Ya kalik pak rektor berdiri ngasih ijazah seribu wisudawan lebih, dari D3, S1, S2, dan S3 jadi satu.. Jadi saingan nyonya meneer ntar~

Yang bikin lama itu nunggu rombongan senat masuk ke sasana wisuda, sambutan-sambutan, ikrar-ikrar, kesenian, nyanyi hymne universitas (yang saya baru tahu dan hafalkan saat yudisium hehe), dan acara foto bersama rektor yang dikelompokkan perjurusan. Gilak sesi foto bersama ini lama bettt. Antrenya banyakk. Dan harus ikut foto karena nggak bisa kabur keluar GOR duluan. Proses wisuda selesai sekitar jam sebelas, baru kebagian foto jam satu siang. Saya sampai nggak bisa senyum waktu tiba giliran foto bersama rektor saking capeknya.

Nunggu antre foto sama rektor. Muka temen saya sampe begitu :(


Saat keluar GOR, saya juga enggak bisa senyum dengan tulus ikhlas saat berfoto bersama teman-teman yang datang kasih selamat. Gara-gara enggak bisa senyum dengan tulus, saya sih maunya senyum sama afgan, eh enggak, gara-gara cuma senyum seadanya saya jadi disuruh foto berulang-ulang sama salah satu teman saya sampe senyumnya bener. Maafkan saya yaa teman-teman.. terima kasih sudah datang, sun dulu satu-satu.


Sebagian kecil teman sekelas semasa kuliah :"


Bersama Simbah (Ema) kesayangan~

Beberapa tanda sayang yang manis, segar, dan unyu. Terima kasih!

Wisuda sudah selesai, foto-foto sama teman-teman juga sudah. Saatnya pulang. Nah ini, saya mau pulang susah loh. Niatnya pulang naik taksi karena mobil dibawa kakak. Nggak ada taksi yang mau jemput ke GOR. Saya enggak tahu aja gitu kalau hari itu ada imbauan dari kepolisian setempat kalo taksi dilarang melintas di GOR dan sekitarnya untuk menghindari kemacetan. Lah pak, kan saya butuh buat pulang. Saya disuruh naik andong nih?

Akhrinya saya pulang bersama kawan baik bapak saya yang tetangga sebelah rumah saya juga. Kawan baik bapak saya ini cucunya juga wisuda barengan sama saya. Alhamdulillah.



Tujuan kamu wisuda apa sih?


Foto studio.



Iya foto studio. Cetek sekali ya cita-cita saya. Dulu saya sama Pakne dan Ema, semasa masih jadi pejuang skripsi suka curhat-curhat colongan tentang apapun termasuk soal foto studio ini. Pakne selalu bilang begini, “Ayo, kak (sapaan Pakne ke saya), kita harus cepet selesein ini biar cepet foto studio pake toga nenteng ijazah bareng sama keluarga!” itu kata-kata penyemangat andalan. Haha. Pakne ini pengen banget foto studio pake toga bareng mbak patjar. Ihiy~

Akhirnya saya foto studio pakai toga juga. Senang dong cita-cita tercapai. Iya senang. Meski ibuk tidak ada dalam frame bersama saya, bapak, kakak, dan adik :) Jadi ingat pertanyaan dari kawan baik bapak saat perjalanan pulang dari wisuda, “Mbak, senang ya sudah wisuda? Sudah pasti ya senang. Itu jelas. Lalu apa sedihnya, Mbak?” Saya bingung dengan pertanyaan beliau. “Sedihnya, ibuk enggak sempat menyaksikan Mbak wisuda, padahal itu yang ditunggu-tunggu ibuk pastinya. Anak perempuan satu-satunya diwisuda. Begitu kan?” saya cuma bisa diam. Campur aduk rasanya. Tidak ada yang salah dari ini. Memang benar adanya kata-kata beliau ini. Bagaimanapun saya bersyukur bisa sampai tahap ini. Menyelesaikan apa yang sudah saya pilih. Buk, I have done! :D


Misi terselesaikan.

1

2

You Might Also Like

3 komentar

Subscribe