Cerita si Ubi

Juli 18, 2023

Tiba-tiba kepikiran untuk mengisi blog ini lagi. Seperti biasa, diisi dengan tulisan random hasil muntahan isi kepala yang kepalang bising ini. Akhirnya memutuskan untuk bercerita tentang paruh tahun ini, ya tentunya dengan sudut pandang dan pengalaman saya~ Saya mah ndak peduli mau ini ada yang baca, mau enggak. Monggo kersa aja. Pokokmen aku meh nulis, meh cerito~

Tulisan ini diketik sembari melahap es krim miksu kacang merah, menjelang pergantian tahun hijriyah. Woh iya, jadi semacam rekapan tahun tapi versi tahun baru Islam wkwkwk. Baiklah, mbak-mbak usia kepala tiga ini seperti biasa kerap merisaukan banyak hal. Tentang pekerjaannya, tentang keluarganya, tentang impiannya, dan tentang sisi kehidupan di sela itu semua. Hidupnya standar aja, masih numpang tinggal di rumah bapak. Yaa ibarat ngekos ya, soalnya perihal makan tetep lebih sering cari sendiri. Ngekos gratis. Dia masih buta soal masa depan dia sendiri. Dia seringnya menikmati momen-momen turu di rumah maupun di tempat kerja. Menikmati momen ngalamun di sela makan siang atau di jalan saat pulang ke rumah. Bisa bertahan hidup hari ini aja rasanya sudah cukup baginya.

Dia bertahan hidup dengan ditopang banyak orang baik di sekeilingnya. Beruntung sekali dia. Untuk jenis ubi yang dikasih nyawa macam dia, dia lumayan berpreviles. Tapi dia itu ubi yang nggak punya ambisi. Pengennya ditanem aja terus di tanah. Nggak mau upgrade jadi keripik ubi atau olahan ubi lainnya yang bermanfaat dikonsumsi manusia. Atau mungkin dia ubi yang gagal panen, nggak lolos quality check wkwkwk.

Tapi dia jenis ubi yang lumayan, sampai pertengahan tahun 2023 ini dia masih bertahan dengan pekerjaannya yang mengurusi masa lalu orang lain itu. Betah-betah aja gitu dia, tolol juga kalau dipikir-pikir wkwkwk. Ya lumayan lah daripada dia nganggur, terus depresinya kambuh lagi, jadi ubi benyek, iyuuhh. Memasuki tahun keduanya bekerja di tempat baru ini, dia mulai sadar betapa lingkungan kerjanya begitu dinamis sekaligus statis. Ubi macam dia senengnya mah jalan-jalan keluar, eh kudu duduk berjam-jam berkutat dengan serpihan masa lalu, literally. Baru tahu rasa dia, ketemu orang yang sama tiap hari, di ruangan yang sama, rutinitas yang sama. Wah, sangat berlawanan dengan pekerjaan ubi yang sebelumnya.

Untung dia bertahan, walaupun memang penyakit gilanya masih kambuhan, dan masih disokong zat-zat kimia supaya penyakit gilanya tidak membuat ricuh diri sendiri dan orang di sekitarnya. Ya gitu lah, jadi ubi benyek. Selain itu, dia juga jatuh miskin, dililit utang, dililit cicilan, wih kayak manusia aja gitu wkwkwk. Dia udah enggak bisa foya-foya kayak dulu waktu masih ubi muda. Dulu dia bisa nabung, punya dana darurat, dana pensiun, dll. Sekarang si ubi melarat. Upah cuma numpang lewat. Ambisi, cita-cita udah sekarat. Melarat dan sekarat.

Si ubi tidak pernah bisa membayangkan masa depannya seperti apa. Jangankan masa depan, besok mau ngapain aja kadang suka bingung. Untung si ubi inisiatif bikin to do list remeh temeh, jadi hari-harinya bisa tampak hidup dan bermanfaat, buat dia sendiri seenggaknya wkwkwkwk.

Sebenarnya, banyak hal yang ubi bisa lakukan dan kembangkan. Hanya saja, nyala api impiannya itu kayak sak-jres-an korek gas, njuk mak pet. Adaa, masih ada impiannya, hanya saja dia begitu payah mengupayakannya. Idenya banyak, rasa ingin tahunya besar, selalu mau belajar, kadang kreatif juga kalo lagi kenyang dan cukup tidur. Dia itu berpotensi jadi ubi berkualitas, layaknya Malika kedelai hitam pilihan. Si ubi juga harusnya bisa jadi ubi pilihan. Balik lagi, dia ubi yang payah gitu. Terlalu menerima keadaan seapaadanya. Sering bodoamat dan nggak mau repot, ribet, drama, dan hal lain yang menurut dia menghabiskan energi secara sia-sia.

Sebentar, ubi mau nggambar dulu biar postingan blog ini ada visualnya. Biar oke aja gitu. Nah kan, tumben tuh dia kayak gitu wkwkwk.





Nah, udah digambar. Sisi positif dan kreatif si ubi sedang dipantik. Walaupun dia plonga-plongo, hah hoh, pah poh, ngantukan, malesan, mageran, dll dia tu enggak seburuk itu, sakjane~ Dia hanya bisa berharap, nyala impiannya kayak api abadi yang ada di belahan dunia manapun itu. Cieeeh. Kalo nggak, ya cukup nyala biasa aja kayak lampu penerangan jalan di dusun-dusun yang banyak dikerubungi laron itu. Bermanfaat lah ya biar jalan dusun nggak peteng-peteng amat. Sekiranya begitu. Si ubi udah mbleret. Mungkin akan bersambung tulisannya jika si ubi berkehendak. Salam~

You Might Also Like

0 komentar

Subscribe