Getir 1
Juli 08, 2015"Nggoleki sapa?"
"Bu Nur, Bu."
"Ya rung teka, yahene kok."
"Apa? Media?"
"Pendidikan, Bu. Nanging sanes media."
"Apa ta?"
"Kualitatif kok, Bu. Metode saintifik kelas inklusi."
"Objek e?"
"SMA Bu, setunggal sewon."
"Pembimbinge sijine sapa?"
"Pak Warna, Bu."
"Sampeyan rak 2010 ta?"
"Nggih, Bu."
"Kesantainen pa piye?"
"Nggih boten, Bu."
"Tekan ngendi?"
"Nggih sekedhik malih kok Bu."
"Lagi iki wingi pa le ngejokke?"
"Nggih boten Bu. Pun setaun kepengker. Agustus. Ning rak nengga riyin."
"Wo iya ya. Ya wis sik tak mlebu sik ya."
"Nggih, Bu. Mangga.."
Beberapa
detik sebelum percakapan itu, saya enggak ngeh kalau mbak eh ibu ini
adalah dosen saya. Gila, penampakannya lebih menyenangkan dan jauh lebih
cantik dibanding dua atau tiga tahun yang lalu.
Jadi begini.
Sekitar dua atau tiga tahun yang lalu saya mengambil sebuah mata kuliah.
Memang mata kuliah wajib. Saya enggak punya ketertarikan terhadap mata
kuliah ini. Dosennya beliau. Dulu beliau sedang hamil. Saya ngantuk pas
kuliahnya beliau. Nilai pun, saya dapat C kalau tidak salah. Saya juga
enggak ada niatan mengulang. Itu karena saya enggak berpikiran ambil
tugas akhir yang berhubungan dengan mata kuliah itu.
Beberapa tahun berikutnya.
Inilah
saya. Mengobrol ramah dengan dosen cantik itu sambil berkata pahit
kalau saya ambil topik pendidikan untuk tugas akhir saya. Iya.
Pendidikan. Lebih tepatnya lagi penelitian pendidikan. Itu mata kuliah
yang berlabel C tiga tahun lalu.
Pahit. Sungguh pahit.
Rasanya
geli sendiri. Sampai mengolok-olok diri sendiri. Mamam tuh mamam. Mata
kuliah yang kamu sumpah-sumpahi enggak akan dipakai untuk tugas akhirmu
sekarang kamu telan sampai ke usus besar. Enak kan? Kenyang!
Aja sengit-sengit mundhak ndulit.
Itu kalimat kutukan. Jangan membenci sesuatu teramat sangat, akibatnya malah 'ndulit'. Ketemu lagi, menjamah lagi.
Saya sedang niteni. Juga mengingat kembali. Kutukan sengit ndulit itu sudah berapa kali terjadi. Entah pada seseorang atau sesuatu. Pahit.
Tapi saya tidak akan bisa merasakan sesuatu yang berlabel manis kalau yang pahit pun saya tidak merasakan. Cih. Pembelaan.
Saya hanya butuh mengurangi intensitas sengit terhadap sesuatu. Kepepetnya jika masih sengit... bersiap saja untuk merasakan pahitnya ndulit lagi.
Ah sudahlah. Mari kita sebut itu sebagai hikmah.
Sampai curhat ini selesai, dosen saya belum juga datang....
0 komentar