Getir 2
Juli 13, 2015.....
"September menika Bu kula sowan mriki."
"Sedhela maneh ulang taun kuwi. Nek ngono kuwi ngapa ra cuti wae Mbak? Eman-eman dhuwite. Panjenengan ngapa wae ta?"
"Damel menika, Bu. Napa nggih.."
"Lha menapa? Kok malah takon aku."
"Kerajinan tangan Bu. Frame lajeng wonten ilustrasinipun."
"Lha
nimbang njegunggut ngono kuwi rak ya nggo nggarap sik. Dipetung, Mbak.
Eman-eman wektune, dhuwite. Oh, ndhak njamur kok ya dhuwite."
"Inggih, Bu."
Getir. Pahit jilid dua.
Percakapan
itu terjadi antara saya dengan salah seorang dosen senior di jurusan
saya. Bukan, beliau bukan dosen pembimbing saya. Kebetulan meja kerja
tempat beliau duduk, bersebelahan dengan meja kerja dosen pembimbing
saya.
Jujur saya kangen dinyinyiri begitu sama beliau. Nikmat
rasanya. Nadanya halus. Saaangat halus dan dibumbui sunggingan senyum,
tapi menghujam jantung. Untung nggak bikin sesak napas. Haha.
Setelah
obrolan singkat itu saya pamit. Matur nuwun dan pareng. Saya
benar-benar berterimakasih ke bu dosen ini. Kenapa? Sudah diingatkan
untuk 'petung'. Memperhitungkan segala sesuatunya.
Saya suka
dicawe-cawe begitu. Dicawe-cawe itu diingatkan. Setelah sekian lama
enggak ada yang mengritik apa yang saya lakukan. Mungkin saya sudah
mulai bisa legawa.
Hati ini sedang belajar legawa pasca
kekhawatiran kemarin. Dalam tahap berdamai dengan diri sendiri dan
keadaan. Lebih enteng rasanya ketika dinyinyiri macam begitu.
Getir sih. Pahit sih. Haha. Deep sigh sik lah.
Maka
dari itu saya harus mulai petung. Memperhitungkan. Apa yang butuh saya
lakukan segera, apa yang masih bisa ditunda. Lalu masuk ke prioritas.
Jeeeng..Jeeeng.. Saya selalu fail urusan ini. Ah enggak, tidak boleh
meneorikan diri sendiri seperti itu. Kali ini prioritas harus tertata
rapi. Semoga enggak wacana.
Lagi-lagi saya curhat. Nggak apa lah ya. Menulis untuk diri sendiri. Mwah.
0 komentar