Kenalkan, ini Dilan

Juni 02, 2014

Belum lama ini saya membaca sebuah novel remaja. Judul novelnya “Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990” karangan Pidi Baiq. Saya senang sekali bisa baca dan punya novel ini secara utuh. Kisah Dilan ini sebelumnya dituliskan di blog pribadi Pidi Baiq sejak beberapa bulan yang lalu, dan saya langganan baca. Beberapa bulan setelah itu, kisah Dilan dibukukan. Asik!




Kenapa saya senang? Jawaban klise, saya menikmati membaca kisah Dilan. Kenapa saya begitu menikmati? Saya rasa, saya suka dengan sudut pandang yang dipakai oleh Pidi Baiq untuk mengisahkan Dilan. Pidi Baiq menggunakan sudut pandang sosok Milea yang berkisah tentang Dilan semasa tahun 1990. Siapa Milea? Dia seorang gadis cantik yang disukai Dilan dalam cerita itu.

Ceritanya sebenarnya sederhana. Bercerita tentang kehidupan anak SMA di Bandung tahun 1990. Jadi membayangkan suasana Bandung tahun 1990. Beberapa kali saya temui deskripsi setting dan perbandingan setting antara Bandung tahun 1990 dan Bandung di masa sekarang. Seperti kata Milea:


“Rasanya, waktu itu, Bandung masih sepi, belum begitu banyak orang. Setiap pagi masih suka ada kabut dan hawanya cukup dingin, seperti menyuruh orang untuk memakai sweater atau jaket kalau punya.” (hal. 17)


Gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini juga unik. Masih dengan menggunakan sudut pandang Milea, cerita Dilan dikisahkan dengan bahasa khas Dilan yang cenderung menggunakan bahasa Indonesia nyaris baku. “…seperti bahasa Melayu lama yang biasa digunakan oleh Sutan Takdir Alisyahbana,” kata Milea. Haha.

Selama membaca kisah Dilan, saya jadi terbayang-bayang masa SMA dulu. Ciyeee. Sumpah. Bagaimana Dilan mendekati Milea, bagaimana bandelnya Dilan, suasana kelas, suasana sekolah. Ya meskipun settingnya tahun 1990, tapi tetap terasa ‘dekat’, karena menurut saya, kehidupan masa SMA dulu dan sekarang tidak beda jauh.

Dilan adalah seorang anak anggota geng motor. Saya jadi punya pemahaman bahwa ternyata geng motor sudah marak di Bandung tahun 90-an. Dikisahkan Dilan ini mendapat cap buruk dari teman-temannya karena dia anak geng motor yang sering tawuran. Khas bandel-bandelnya anak SMA.

Ada juga ketika Dilan terlibat konflik dengan Suripto, guru BP nya di sekolah. Dilan kejar-kejaran dengan Suripto saat upacara bendera tengah berlangsung. Peristiwa itu terjadi karena Dilan tidak terima dengan perlakuan Suripto. Dilan memiliki alasan untuk tindakannya itu.


Kepsek: “Ada apa, Dilan?!”

Dilan: “Aku tidak melawan guru, aku melawan Suripto. Dia semena-mena.”

Kepsek: “Iya, tapi Dilan tidak harus begitu ke dia.”

Dilan: “Dia boleh begitu ke kami? Dia menjambak bajuku. Kayak gak ada cara lain. Ini bukan cuma ke aku. Berapa orang kawanku ditamparnya? Diperlakukan seenaknya.”

Kepsek: “Maaf, mungkin kamu membandel?”

Dilan: “Guru itu digugu dan ditiru, kalau dia mengajariku menampar, aku juga akan nampar.”


Peristiwa itu termasuk jarang terjadi jaman dulu. Guru menampar siswa masih dianggap lumrah. Mungkin itu salah satu titik awal perubahan budaya perlakuan guru terhadap siswa. Sekarang, siswa dimanja, guru membentak, lapor orang tua. Ya kan?

Hal yang paling aku suka adalah ketika Dilan melakukan segala sesuatunya untu Milea. Bagaimana Dilan mendekati Milea. Dilan tidak terburu-buru. Dilan mendekati Milea dengan caranya sendiri. Dengan tindakan dan cara yang tidak terduga Dilan mencuri hati Milea. Uuuu~ aku mau ih punya lelaki seperti Dilan. Menghadiahi Milea TTS yang sudah diisi penuh di hari ulang tahun Milea sampai mengirim tukang pijit kerumah Milea ketika Milea sakit. Dilan melakukan hal-hal ajaib itu karena Dilan ingin Milea merasa bahwa semua orang di sekitarnya menyayanginya, bukan hanya Dilan. AAAKK!! Kurang sweet apa cobakk?? *enggak bisa kalem*

Saya juga terkesan ketika dikisahkan kedekatan Milea dengan keluarganya dan keluarga Dilan. Saya paling suka kisah kedekatan Milea dengan Bundanya Dilan. Kamu tahu kan, ketika kamu menjalin hubungan dengan seseorang, kamu akan otomatis berhubungan dengan keluarganya. Kecuali yang backstreet. Begitu bukan? Bukan begitu? Milea kepo segala hal tentang Dilan lewat Bunda Dilan. Keren enggak tuh! Anak jaman sekarang mah cari tahu kepo-kepo Twitter. Eeaaak~

Seperti ikut merasakan apa yang Milea rasakan ketika dia tahu apa saja kebiasaan Dilan di rumah lewat cerita Bunda, excited! Saya sampai terharu ketika adegan Milea memeluk Bunda Dilan sambil nangis karena saking senangnya bisa ketemu dan mengenal Bunda Dilan. Tambah suka lagi ketika Milea berkata ke Bunda Dilan:

“Terima kasih, Bunda, sudah melahirkan Dilan.”


Oh men! Menurutku itu kata-kata makjleb banget. Pernah enggak kamu berterimakasih ke ibunya pacarmu karena sudah melahirkan pacarmu? Hal kecil memang, tapi saya yakin mesti enggak pada berani bilang, atau malah enggak kepikiran bilang?

Banyak kalimat yang bisa dijadikan quote dari novel ini. Bukan kata-kata bijak, tapi kata-kata jujur. Saya sendiri mengutip beberapa kata-kata Milea dan Dilan. Lucu-lucu dan jujur.

Oya, tokoh Milea dan Dilan dalam novel ini asli, begitu kata Pidi Baiq. Beberapa kali baca tweetnya dia kalau rumah Milea pun ada beneran, asli. Keren. Saya tetep penasaran dengan sosok asli Dilan. Ah,  nampaknya saya tenggelam dalam kisah Dilan dan Milea sampai dalam sekali. Biarin ih lebay sedikit. Novel Dilan memang novel remaja, cerita remaja, kehidupan remaja, tapi dari kisahnya, banyak hal yang dapat dipetik dan sifatnya universal. Sederhananya, dari tokoh Dilan kita diajarkan untuk menjadi diri sendiri. Milea, dia mengajarkan untuk jujur, baik perasaan maupun perkataan.

Pidi Baiq membuat ilustrasi sendiri untuk sampul dan tokoh-tokoh utama dalam novel ini. Jadi akan terbayang, seperti apa Bunda, Suripto, bahkan Kepsek juga ada gambarnya.

Eh kok saya ngomong baiknya doang sih. Kurangnya novel ini apa? Kurang murah. Hahahaha.

Novel Dilan ini masih ada kelanjutannya. Kata penulisnya, kalau dilanjutkan jadi satu buku nanti mahal, kitanya enggak mau beli. Saya enggak suruh kalian baca novelnya kok. Ini juga bukan review. Kalau mau pinjam, saya punya, tapi antri ya, jangan dimakan bukunya, nanti sedih Dilannya kamu telan.



Gambar diambil dari sini

You Might Also Like

20 komentar

  1. Kok ketoke so sweet banget, tamate piye Menk? :p
    Haha, aku antri pinjam dooong

    BalasHapus
  2. Belum tamat, Mbak. Kan masih ada kelanjutannya :p

    BalasHapus
  3. berterimakasih pada ibunya pacar, hmmmm:3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berterimakasih pada ibu kita masing-masing dulu aja deh kak :3

      Hapus
  4. Mbak Ameng, Echa juga mau antri pinjaaaam :3

    BalasHapus
  5. Apik Meng, aku gak jadi pinjem..tuku dewe...wekekekek

    BalasHapus
  6. Aku juga jatuh cinta sama Dilan. Aku pengen seberuntung Lia. Aku pengen nemu orang macam Dilan. Mudah-mudahan disisain satu deh buat aku wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya, semoga Tuhan masih menyisakan Dilan-Dilan lain untuk kita ya. Trims kak Yuli sudah mampir di blog saya :D

      Hapus
    2. sama Dilan nya aja langsung , pasti seneng dapet abg

      Hapus
  7. Tapi akhirnya dilan enggak sama milea :(

    BalasHapus
  8. Dilan dan milea itu kan asli. Nah, alur cerita dan dialog di novel itu ditambahkan imajinasi sang penulis, atau keseluruhannya memang terjadi dikehidupan nyata dilan dan milea?

    BalasHapus
  9. Opini: menurutku dilan itu penulisnya. Dilan adalah "Pidi Baiq". Gak tau..Feelingku seperti itu. Lulusan mrk pun sama, ITB fakultas seni rupa atau apa td aq baca lupa.. Yg komen klo Dilan akhrnya gak jd sm Milea ikut komen lg jg boleh..

    BalasHapus
  10. Opini: menurutku dilan itu penulisnya. Dilan adalah "Pidi Baiq". Gak tau..Feelingku seperti itu. Lulusan mrk pun sama, ITB fakultas seni rupa atau apa td aq baca lupa.. Yg komen klo Dilan akhrnya gak jd sm Milea ikut komen lg jg boleh..

    BalasHapus
  11. Cerita yang bagus... Saya ingin berbagi artikel tentang Sungai Li , Guilin di http://stenote-berkata.blogspot.com/2017/12/perjalanan-sepanjang-sungai-li.htm
    Lihat juga vlog di youtube https://youtu.be/Dk3oSC17xdo

    BalasHapus
  12. hi artikelnya sangat menarik...

    BalasHapus

Subscribe